Bahan/pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti:
- Penyediaan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relatif sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang.
- Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah; dan
- Dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn.
Pertanian konvensional yang telah dipraktekkan di Indonesia sejak Revolusi Hijau
telah banyak mempengaruhi keberadaan berbagai mikroba berguna dalam
tanah. Mikroba-mikroba ini mempunyai peranan penting dalam membantu
tersedianya berbagai hara yang berguna bagi tanaman. Praktek inokulasi
merupakan suatu cara untuk memberikan atau menambahkan berbagai mikroba
pupuk hayati hasil skrining yang lebih unggul ke dalam tanah.
Bahan
organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah
sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan
hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik di samping sebagai sumber
hara bagi tanaman, sekali gus sebagai sumber energi dan hara bagi
mikroba.
Penggunaan pupuk organik
saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan
pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan
pemberian pupuk organik/pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam rangka
meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu
digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan
kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. Sistem pertanian yang
disebut sebagai LEISA (low external input and sustainable agriculture)
menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan
konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan
dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan.
Pemanfaatan
pupuk organik dan pupuk hayati untuk meningkatkan produktivitas lahan
dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan.
Program-program pengembangan pertanian yang mengintegrasikan ternak dan
tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman legum baik berupa
tanaman lorong (alley cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover
crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos perlu diintensifkan.
Penggunaan pupuk organik dan hayati
Pada kenyataannya penggunaan pupuk organik dan hayati sampai sekarang masih sulit dalam hal ketersediaannya.
Penyebabnya antara lain:
- Karena kebanyakan pupuk organik dan pupuk hayati lebih banyak diproduksi oleh pengusaha kecil dan menengah. Jadi hasil produksinya tidak banyak.
- Pupuk organik banyak diproduksi untuk digunakan sendiri, dan
- Jumlah penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat terbatas.
Pupuk
organik komersial yang kebanyakan diproduksi oleh perusahaan besar
masih banyak dipakai untuk tanaman hias pot di kota-kota besar. Baru
pada tahun tahun terakhir ini perusahaan pupuk Petro Kimia, Sriwijaya
dan beberapa yang lain sudah mulai memproduksi pupuk organik.
Penggunaan
pupuk organik yang diproduksi secara kecil dilakukan pada tingkat usaha
tani dengan menggunakan limbah pertanian ataupun limbah ternak yang ada
di usaha tani itu sendiri. Beberapa perusahaan pertanian/perkebunan
seperti kelapa sawit, nanas, jamur mengolah limbahnya menjadi kompos
untuk kebutuhan pupuknya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar